Kamis, 10 Januari 2013

Rangkuman ISD : MASYARAKAT PERKOTAAN DAN MASYARAKAT PEDESAAN


Pengertian Masyarakat

Masyarakat adalah kelompok yang terorganisasi atau bisa juga masyarakat itu suatu kelompok yang berpikir tentang dirinya sendiri yang berbeda dengan kelompok yang lain. Oleh karena itu orang yang berjalan bersama-sama atau duduk bersama-sama yang tidak terorganisasi bukanlah masyarakat. Kelompok yang tidak berpikir tentang kelompoknya sebagai suatu kelompok bukanlah masyarakat. Berikut di bawah ini adalah beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia.


1. Menurut Selo Sumardjan, masyarakat adalah orang-orang yang hidup 
    bersama dan menghasilkan kebudayaan.
2. Menurut Karl Marx, masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu 
    ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan 
    antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
3. Menurut Emile Durkheim, masyarakat merupakan suau kenyataan objektif 
    pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.
4. Menurut Paul B. Horton & C. Hunt, masyarakat merupakan kumpulan 
     manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup 
     lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta 
     melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia 
     tersebut.
5. Menurut Znaniecki, masyarakat merupakan suatu sistem yang meliputi unit 
     biofisik para individu yang bertempat tinggal pada suatu daerah geografis 
     tertentu selama periiode waktu tertentu dari suatu generasi.

Dari berbagai pendapat tersebut di atas maka W F Connell (1972, p. 68-69) menyimpulkan bahwa masyarakat adalah :

(1) suatu kelompok orang yang berpikir tentang diri mereka sendiri sebagai 
      kelompok yang berbeda, diorganisasi, sebagai kelompok yang diorganisasi 
      secara tetap untuk waktu yang lama dalam rintang kehidupan seseorang 
      secara terbuka dan bekerja pada daerah geografls tertentu.
(2) kelompok orang yang mencari penghidupan secara berkelompok, sampai 
      turun temurun dan mensosialkan anggota anggotanya melalui pendidikan.
(3) suatu ke orang yang mempunyai sistem kekerabatan yang terorganisasi 
      yang mengikat anggota-anggotanya secara bersama dalam keselurühan yang 
      terorganisasi.






 Syarat – syarat Menjadi Masyarakat :

1.      Berangotakan minimal dua orang.
2.      Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.
3.      Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat.
4.      Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.

3.     Pengertian Masyarakat Kota

Masyarakat perkotaan sering disebut Urban Community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu :
·                  Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
·                  Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu.
·                  Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
·                  Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu.
·                  Interaksi yang terjadi lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan dari pada faktor pribadi


TULISAN ISD : MASYARAKAT PERKOTAAN DAN MASYARAKAT PEDESAAN

Slamet adalah seorang karyawan sebuah perusahaan yang terletak di salah satu tempat di Jakarta. Ia berasal dari desa. Sebagai seorang perantau, ia bisa dikatakan sudah agak mapan. Ia bisa menyewa sebuah rumah. Pun pula ia bisa menyisihkan sebagian pendapatannya untuk dikirimkan ke desa. Bahkan, pada waktu banyak karyawan di-PHK karena tuntutan ekonomi pasar, ia masih bisa bernafas lega. Ia tidak terkena PHK. Meskipun demikian, ia sendiri memahami dirinya belum sukses. Cita-citanya untuk hidup berkecukupan, dirasanya belum tercapai.

Slamet “dipaksa” oleh situasi untuk mencari penghidupan di kota. Orang tuanya, yang adalah petani, tidak bisa “membuktikan” pada dirinya, bahwa pertanian menjanjikan perbaikan hidup secara cepat dan nikmat. Memang, rumah orang tuanya yang dahulu berdinding anyaman bambu perlahan-lahan bisa menjadi berdinding tembok. Akan tetapi, itu membutuhkan waktu bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. Ia berpikir, bila ia merantau ke kota, pasti akan lain. Hal itu ia buktikan sesudah di kota beberapa waktu. Ia bisa mengirim ke orang tuanya di desa berbagai perlengkapan rumah tangga, yang baginya amat sulit diadakan jika ia masih menjadi petani di situ.

Itulah sepenggal fiktif orang desa yang merantau ke kota. Kisah senada, kemungkinan besar teralami oleh para perantau dari desa yang berada di Jakarta (dan kota lainnya), dengan perbedaan di sana-sini. Akan tetapi, upaya untuk memperbaiki hidup (ekonomi) kiranya menjadi benang merah dari kisah-kisah itu.

Slamet (dan para perantau lain) hanyalah korban dari sebuah kepincangan kebijakan pembangunan ekonomi rakyat. Selama ini, pembangunan yang menunjang perekonomian lebih digencarkan di perkotaan. Tak ayal lagi, orang-orang desa menoleh ke kecermelangan kota. Ia juga sebuah korban dari kebijakan yang lebih menitikberatkan pembangunan fisik dari pada mental. Ia juga korban dari pandangan salah bahwa (orang) kota lebih bergengsi dari pada (orang) desa. Ia juga hanyalah korban dari pandangan salah bahwa tani adalah pekerjaan yang kotor. Dan akhirnya, ia hanyalah seorang manusia yang berusaha memaknai hidupnya dengan cara yang menurutnya paling memungkinkan di tengah persaingan hidup yang keras.

Bagaimanapun Slamet adalah kisah sukses orang yang merantau ke kota. Akan tetapi di balik kesuksesannya, ada kisah-kisah menyedihkan. Semua yang berangkat ke Jakarta (kota) merindukan pekerjaan untuk menyambung hidup secara layak. Ternyata Jakarta tidak mampu menjawab kerinduan semua, hanya sebagian saja. Banyak orang (bisa para perantau dan bisa juga penduduk asli), yang entah karena dari SDM-nya kurang, atau karena tak ada relasi personal, atau karena penyebab lain, kalah dalam persaingan untuk memperebutkan pekerjaan terbatas yang ditawarkan Jakarta. Akhirnya dengan terpaksa sekali, mereka menjadi gelandangan, anak jalanan, perampok, pencopet, pemeras, pemalak dan sebagainya yang menjadi pertanda adanya masalah sosial yang serius.

Slamet (pasti) tidak menyadari bahwa kesuksesannya, secara tidak langsung turut memperparah masalah sosial perkotaan. Ia tidak sadar bahwa dirinya telah menghilangkan kesempatan satu penduduk asli untuk mendapatkan pekerjaan. Ia tidak menyadari bahwa tanah pertanian yang ditinggalkannya, bila diupayakan dengan kerja keras dan ulet, mampu memberikan penghidupan yang layak. Ia tidak menyadari bahwa tani adalah pekerjaan yang juga mulia seperti pekerjaan-pekerjaan lainnya. Ia tidak menyadari bahwa derajad orang desa sama dengan orang kota. Ia tidak menyadari bahwa dirinya bisa sedikit mengurangi masalah sosial perkotaan yang kian memprihatinkan. Ia tidak mampu menyadari itu semua, karena faktor-faktor eksternal telah mengkondisikannya.

Dewasa ini, Slamet-Slamet yang lain ingin menyusul Slamet yang sudah berhasil. Bila proses urbanisasi ini berjalan terus, tidak ayal lagi, masalah sosial perkotaan dan sekaligus juga masalah sosial pedesaan yang telah demikian besar, akan semakin besar dan rumit. Kurbannya tiada lain adalah saudara-saudara kita sendiri, yakni mereka yang tak mampu bersaing. (Tentu, amat disadari bahwa urbanisasi hanyalah salah satu faktor dari banyak faktor yang menumbuhkan masalah sosial).

Pemerintah yang salah satu fungsinya menyejahterakan seluruh rakyat, hendaknya membuat kebijakan pembangunan secara seimbang, misalnya: antara yang fisik dengan yang mental, antara perkotaan dan pedesaan. Tentu saja, dalam situasi sosial sekarang yang sudah terlanjur dipenuhi dengan masalah-masalah sosial yang pelik, keseimbangan pembangunan tersebut bukanlah sebuah hal yang mudah untuk dilaksanakan. Pun pula tetap disadari, ada banyak juga masalah lain yang harus ditangani. Akan tetapi, bila perimbangan pembangunan tidak dilakukan, bisa diramalkan situasi sosial yang akan kita (dan anak cucu kita) hadapi di masa mendatang.

Rasanya, semua saja dari kita, –yang bukan unsur pemerintah– tidak bisa cuci tangan dan melemparkan tanggung jawab pada pemerintah begitu saja dalam menyikapi masalah ini. Oleh panggilan manusiawi sebagai makhluk sosial dan kewajiban sebagai warga negara, kita pun hendaknya turut menyikapi masalah sosial secara dewasa dengan cara dan kondisi kita masing-masing. Perlu diingat, mereka yang ada dalam lingkaran masalah-masalah sosial adalah juga saudara-saudara kita.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar